Archive for 2014-02-02
e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 13
Sabtu, 08 Februari 2014
Posted by Unknown
Tag :
Api di Bukit Menoreh
Unduh e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 8
Untuk membuka e-Book gunakan Aplikasi Mobi Reader, jika belum punya dapat anda peroleh di link berikut:
Download Mobi Reader untuk Destop (PC)
Selengkapnya e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 8
Unduh e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 7
Untuk membuka e-Book gunakan Aplikasi Mobi Reader, jika belum punya dapat anda peroleh di link berikut:
Download Mobi Reader untuk Destop (PC)
Ketegangan menjadi semakin memuncak karenanya. Masing-masing
agaknya mempunyai perhitungan sendiri-sendiri. Sidantipun kemudian
sudah bergerak diikuti oleh beberapa orang yang kebingungan, siap
memasuki padesan dihadapannya.
Tetapi terdengar Citra Gati berteriak “Jangan berbuat hal-hal yang
dapat membahayakan diri kita sendiri, dalam usaha yang sia-sia. kalau
kita pasti Untara ada didepan kita, maka biarlah kita pertaruhkan nyawa
kita untuk mencarinya. Tetapi kemungkinan itu tipis sekali”
“Kau jangan menghinanya” sahut Sidanti keras-keras. “Apakah kau
sangka Untara terluka? Untara adalah seorang yang luar biasa. Aku
sendiri pernah berkelahi melawannya. karena itu, maka tak akan ia
terluka dan terbaring diantara orang-orang yang luka. Aku hormati dia
aku kagumi dia”
Kata-kata itu masuk akal pula. karena itu beberapa orang menjadi
mempercayai perhitungan itu. Tetapi Citra Gati tetap pada pendiriannya.
Seandainya Untara telah terlanjur memasuki desa itu, maka pasti ia akan
segera kembali dan memberikan aba-aba kepada mereka yang mengikutinya.
Dalam ketegangan yang dipenuhi oleh keragu-raguan itu tiba-tiba
terdengar kembali Sidanti berkata “Taati perintahku. Aku mengambil alih
pimpinan. Aku adalah orang yang paling baik diantara kalian”
“Tidak!” Citra Gati tiba-tiba berteriak tak kalah kerasnya “Aku ambil
alih pimpinan. Aku adalah orang yang memiliki kedudukan tertua diantara
kalian. Ketika kakang Widura meninggalkan Sangkal Putung, aku dan
Hudayalah yang diserahi pimpinan”
“Persetan dengan tata cara itu. Sekarang aku mengkat diri menjadi pemimpin kalian. Apa maumu? Apakah aku harus membunuhmu?”
“Jangan berlagak jantan sendiri Sidanti. Aku tahu kau memiliki
beberapa kelebihan dari kami. Tetapi kami bukan kelinci-kelinci yang
patuh karena kami kau takut-takuti. Dengan meninggalkan tata cara yang
ditetapkan dalam keprajuritan Pajang, maka kau adalah seorang
pemberontak. Dan bagiku, bagi kami, laskar yang patuh pada tugas kami,
maka nyawa kami akan kami pertaruhkan untuk menumpas setiap
pemberontakan”
“Gila” teriak Sidanti “Ayo, siapakah yang menentang Sidanti, majulah”
Citra Gati bukan seorang penakut. Betapapun ia menyadari
keringkihannya untuk melawan Sidanti, tetapi ia adalah seorang prajurit
yang bertanggung-jawab. Karena itu, maka ia tidak gentar menghadapi
apapun. Tetapi sayang, bahwa Citra Gati itupun telah terbakar oleh
perasaannya, sehingga ia lupa pada pokok persoalannya. Hilangnya Untara.
Apalagi ketika Citra Gati menyadari, bahwa sebagian besar laskarnya
condong kepadanya, sehingga dengan demikian hampir-hampir ia menjatuhkan
perintah untuk bersama-sama menangkap Sidanti yang telah melanggar tata
cara keprajuritan.
Tetapi dalam pada itu terdengar suara Agung Sedayu memecah ketegangan
dan kepekatan malam. Katanya “Persetan dengan pimpinan atas laskar ini.
Aku bukan prajurit Pajang, bukan pula laskar Sangkal Putung. Aku disini
dalam kedirianku sendiri, dalam tugas yang aku bebankan sendiri
dipundakku, sehingga aku ikut bertempur bersama-sama kalian. Tetapi aku
tidak diperintah oleh pemimpin yang manapun. Bertempurlah diantara
kalian. Aku akan mencari kakang Untara. Aku sependapat dengan kakang
Citra Gati, kakang Untara masih berada dibelakang kita. Dan siapakah
diantara kalian yang masih memiliki kesetiaan kepadanya ikutlah aku.
Yang merasa diri kalian prajurit-prajurit yang baik, tunggulah sampai
salah seorang berhasil membunuh orang-orang lain, dan mengangkat dirinya
menjadi pemimpin laskar Pajang. Sedang tak seorangpun diantara kalian
yang berusaha memberitahukan hal ini kepada paman Widura, pemimpin yang
sebenarnya atas kalian. Dan siapa yang mencoba menghalangi Agung Sedayu,
maka pedangku akan berbicara”
Kata-kata Agung Sedayu itu seakan-akan merupakan suatu pemecahan yang
dapat mereka lakukan. tiba-tiba salah seorang dari mereka, seorang
penghubung berlari kearah padesan idbelakang mereka. Disanalah kudanya
ditambatkan.
“He, kemana kau?” teriak Sidanti yang menjadi marah.
“Aku akan melaporkannya kepada Ki Widura”
Sidanti tidak mencegahnya. Sikap itu agaknya telah mendapat dukungan dari setiap orang dalam pasukan itu.
Sedang Agung Sedayu kemudian tidak memperdulikan apa-apa lagi. Ia
berjalan saja langsung kegaris peperangan untuk mencari kakaknya. Dalam
hirukpikuk perkelahian itu, adalah sangat mungkin bagi seseorang untuk
mendapat serangan tanpa diketahuinya, apalagi Untara yang saat itu
sedang menumpahkan perhatiannya kepada Tohpati.
Citra Gati, Hudaya dan sebagian besar dari mereka kemudian berjalan
mengikuti Agung Sedayu. Mereka berjalan sambil memperhatikan keadaan
disekeliling mereka. Dengan beberapa buah obor ditangan mereka mencoba
mengamati setiap tubuh yang terbaring. Dengan demikian maka sekaligus
mereka dapat menemukan beberapa orang yang terluka, namun jiwanya masih
mungkin diselamatkan.
“Rawat mereka” berkata Agung Sedayu. Ia tidak tahu lagi apakah ia
berhak berkata demikian atau tidak. Namun menurut pendapatnya, semua
orang berkepentingan dalam masalah kemanusiaan. Berhak atau tidak
berhak.
Baca selengkapnya dengan unduh versi ebooknya.
Baca selengkapnya dengan unduh versi ebooknya.
Judika Sampai Akhir (Feat Duma Riris Silalahi)
Jumat, 07 Februari 2014
Posted by Unknown
Tag :
Musik
Lirik lagu Judika Sampai Akhir (Feat Duma Riris Silalahi)
Kasih ku berjanji selalu menemani
saat kau bersedih, saat kau menangis
Aaa…. Kan ku jaga
Aaa…. segenap Cinta yang ada untukmu
Selama nafasku masih berdesah
dan jantungku terus memanggil indah namamu
takkan pernah hati ini mendua
sampai akhir hidup ini
kasih ku berjanji slalu menemani
saat kau bersedih saat kau menangis
Aaa….. kan kujaga
Aaa….. segenap cinta yang ada
Aaa….. percaya lah..
Aaa…. Satu Cintaku untuk mu
Selama nafasku masih berdesah
dan jantungku terus memanggil indah namamu
takkan pernah hati ini mendua
sampai akhir hidup ini
Pada postingan kali ini saya akan berbagi aplikasi browser saingan Opera Mini,yaitu UC Browser. UC Browser memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan dari Opera Mini. Keduanya memiliki fitur penghemat data yg dapat menghemat data hingga 90%. UC Browser adalah mobile internet browser terdepan dengan lebih
dari 400 juta pengguna di lebih dari 150 negara di seluruh dunia.
UC Browser tersedia untuk semua platform dengan 11 bahasa yang berbeda. UC Browser, produk unggulan dari UCWeb, tersedia untuk lebih dari 3000 model ponsel yang berbeda dari 200 lebih produsen ponsel. Selain itu, UC Browser dapat digunakan di semua sistem operasi
seperti Symbian, Android, iOS, Windows Mobile, Win CE, Java, MTK, dan
Blackberry. Pada Juni 2011, UCWeb merilis U3 kernel, produk hak milik perusahaan (mirip seperti mesin mobil). Browser yang memiliki U3 dapat memberikan user pengalaman web surfing yang cepat, nyaman dan aman. UC Browser, produk unggulan dari UCWeb penyedia teknologi software
internet mobile dan layanan aplikasi terdepan, pernah memenangkan
penghargaan "About.com 2011 Reader's Choice Awards".
Penghargaan ini diberikan oleh situs rekomendasi klasifikasi
informasi paling terkenal di dunia About.com tepat setahun setelah versi
internasional UC Browser dirilis. UC Browser masuk dalam daftar produk baru terbaik di dunia versi Getjar, application store independen paling besar di dunia.
Kelebihan opera mini sudah tidak diragukan lagi, kali ini saya akan membagikan file koleksi saya untuk handphone bertive Java, saya telah mempraktekkannya di Hp nokia jadul saya tipe 2690, telah berjalan lancar. Aplikasi ini berformat .Jar dengan besar file 312 kb, dapat anda unduh melalui link berikut.
Opera mini memiliki banyak kelebihan dibanding browser bawa'an ponsel.
Di antaranya :
1.Hemat waktu
Halaman dan tab dimuat lebih cepat dengan Opera Mini, bahkan saat sambungan internet lambat.
2.Berfungsi di banyak ponsel lainnya
Opera Mini dirancang untuk bekerja pada semua jenis ponsel yang ada di seluruh dunia.
3.Hemat uang
Anda berlangganan paket data? Atau berada di tempat dengan
jaringan lambat? Opera Mini menggunakan 90% data lebih sedikit dari pada
browser web lainnya, sehingga internet Anda lebih cepat, dan lebih
murah.
4.Kelola unduhan
Mulai, hentikan, atau lanjutkan unduhan di antara sesi penjelajahan dengan pengelola unduhan Opera Mini.
5.Dapatkan selalu informasi
Smart Page di Opera Mini menyajikan berita yang Anda ikuti di seluruh dunia, bersama dengan kabar terbaru dari teman-teman Anda.
6.Muat situs favorit lebih cepat
Lihat semua situs web utama Anda secara sekilas dalam Panggil Cepat. Tambahkan situs sesuka hati.
e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 6
Selasa, 04 Februari 2014
Posted by Unknown
Tag :
Api di Bukit Menoreh,
Ebook
Untara dan Agung Sedayu kemudian tidak membuang-buang waktu lagi. Segera mereka mulai dengan suatu latihan yang keras. Ternyata Untara benar-benar ingin melihat, sampai dimana puncak kemampuan adiknya.
Ketika latihan itu telah berjalan beberapa lama, maka tahulah Untara bahwa apa yang dikatakan oleh Widura itu memang sebenarnya demikian. Agung Sedayu mempunyai bekal yang cukup untuk menjadi seorang anak muda yang perkasa. Ketangkasan, kekuatan tenaga dan kelincahan. Apalagi kini, setelah anak muda itu menemukan kepercayaannya kepada diri sendiri, maka setiap geraknyapun seolah-olah menjadi lebih mantap. Meskipun beberapa kali Untara melihat kesalahan-kesalahan yang masih dilakukan oleh adiknya, namun kesalahan-kesalahan kecil itu segera dapat diperbaikinya.
Dalam latihan-latihan itulah, maka Widura melihat betapa Untara sebenarnya mempunyai ilmu yang hampir mumpuni. Bahkan kemudian Widura itu tersenyum sendiri mengenangkan perkelahian antara Untara dan Sidanti. “Aneh” pikirnya “Jarang aku temui anak muda sesabar Untara dalam menghadapi lawan perkelahian apapun alasannya. Tetapi terbawa oleh tugas yang diembannya, maka agaknya Untara harus berlaku bijaksana. Kalau ia mau, maka Sidanti adalah bukan lawannya.”
Ketika latihan itu telah berjalan beberapa lama, maka tahulah Untara bahwa apa yang dikatakan oleh Widura itu memang sebenarnya demikian. Agung Sedayu mempunyai bekal yang cukup untuk menjadi seorang anak muda yang perkasa. Ketangkasan, kekuatan tenaga dan kelincahan. Apalagi kini, setelah anak muda itu menemukan kepercayaannya kepada diri sendiri, maka setiap geraknyapun seolah-olah menjadi lebih mantap. Meskipun beberapa kali Untara melihat kesalahan-kesalahan yang masih dilakukan oleh adiknya, namun kesalahan-kesalahan kecil itu segera dapat diperbaikinya.
Dalam latihan-latihan itulah, maka Widura melihat betapa Untara sebenarnya mempunyai ilmu yang hampir mumpuni. Bahkan kemudian Widura itu tersenyum sendiri mengenangkan perkelahian antara Untara dan Sidanti. “Aneh” pikirnya “Jarang aku temui anak muda sesabar Untara dalam menghadapi lawan perkelahian apapun alasannya. Tetapi terbawa oleh tugas yang diembannya, maka agaknya Untara harus berlaku bijaksana. Kalau ia mau, maka Sidanti adalah bukan lawannya.”
Unduh e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 6
Untuk membuka e-Book gunakan Aplikasi Mobi Reader, jika belum punya dapat anda peroleh di link berikut:
Download Mobi Reader untuk Destop (PC)
Kembali terdengar tepuk tangan yang gemuruh. Orang-orang
yang berdiri berkeliling itu tak akan mau dikecewakan. Mereka
benar-benar ingin menyaksikan pertandingan yang pasti akan menyenangkan
sekali.
Orang-orang itupun kemudian diam kembali ketika Widura berkata pula
“Nah, aku sangka Sidanti ingin mengulangi permainan panah seperti yang
telah dilakukannya, bersama-sama Agung Sedayu”
“Ya kakang” sahut Sidanti.
Kini Widura memandangi wajah Agung Sedayu. Dilihatnya beberapa titik
keringat membasahi keningnya. Namun kali ini Widura sengaja ingin
memaksa Agung Sedayu agar berbuat sesuatu yang dapat mendorong dirinya
untuk lebih percaya kepada kemampuan diri. karena itu maka katanya
“Agung Sedayu, biarlah kau melakukannya. Tak ada persoalan apapun.
Permainan ini hanya sekedar kelanjutan dari keinginan orang-orang
Sangkal Putung mengenalmu. Sedangkan Sidanti ingin pula memperkenalkan
dirinya lebih banyak lagi. Bukankah dengan kawan bermain yang lebih
baik, akan lebih banyak permainan-permainan yang dapat dipertunjukkan?
Bukan hanya sekedar menyamai atau melampaui sedikit kemampuan-kemampuan
Hudaya atau Citra Gati”
Hudaya dan Citra Gati yang berdiri dibelakang Widurapun tersenyum
masam. Namun mereka tidak marah. Bahkan mereka menjadi bersenang hati,
bahwa Widura memberi kesempatan kepada kemenakannya untuk melakukan
pertandingan meskipun hanya memanah saja.
Kata-kata pamannya itu terasa sedikit dapat menyejukkan hati Agung
Sedayu. Bukankah dengan demikian, pamannya akan menjaminnya untuk
seterusnya, apabila ada akibat dari permainan ini? Seandainya ia
melampaui Sidanti, sedang Sidanti itu kemudian marah kepadanya, bukankah
itu menjadi tanggung jawab pamannya? karena itu, terdorong pula oleh
keadaan yang telah menyudutkannya, maka Agung Sedayu tidak dapat berbuat
lain. Dengan ragu-ragu ia menganggukkan kepalanya. Katanya lirih
“Baiklah paman. Kalau paman menghendaki”
Widura tersenyum. Baru kali ini sejak beberapa hari pamannya itu
tersenyum kepadanya. karena itu hati Agung Sedayu itupun menjadi
bertambah besar pula.
“Nah, baiklah kita berikan tempat kepada mereka berdua” berkata Widura.
Baca selengkapnya dengan versi e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 5
Unduh dari:
Untuk membuka e-Book gunakan Aplikasi Mobi Reader, jika belum punya dapat anda peroleh di link berikut:
Download Mobi Reader untuk Destop (PC)
Download dari:
Sekali lagi Widura menjadi muak. Bahkan ia menjadi muak melihat wajah yang panjang bermata seperti mata burung hantu dan berhidung terlalu runcing itu. Meskipun demikian, tak ada suatupun yang dapat dilakukannya. Dan ia masih mendengar Ki Tambak Wedi meneruskan “Apabila kelak Sidanti akan sampai ditempat itu, maka kaupun akan ikut serta mukti pula bersamanya”
Widura menggeleng tegas. Jawabnya “Biarlah aku ditempatku. Apapun yang akan aku alami”
Dada Ki Tambak Wedi itupun sudah mulai dirayapi oleh kemarahan yang semakin lama semakin menyala. Agaknya Widura sudah tidak mungkin dapat dibujuknya. Karena itu katanya “Widura, apakah kau benar-benar menunggu aku marah?”
Widura yang berdiri seperti pucang kanginan itu menjawab “Sudah aku katakan Kiai. Namun aku tetap pemimpin laskar Pajang di Sangkal Putung. Bukan orang lain”
“Widura” sahut Ki Tambak Wedi yang mulai tidak dapat mengendalikan kemarahannya. “Kau tetap pemimpin laskar di Sangkal Putung. Tetapi kau harus menurut perintah-perintah Sidanti yang akan diberikan terus menerus kepadamu. Perintah-perintahmu hanyalah saluran dari perintah-perintahnya. Tetapi dimata para prajurit itu, kau tetap seorang pemimpin yang berwibawa. Bersedia?”
Sekali lagi Widura menggeleng tegas “Tidak” jawabnya.
Ki Tambak Wedi mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya “Aku sudah menduga bahwa kau akan tetap pada pendirianmu. Nah, bagaimanakah kalau aku membunuhmu sekarang?”
Widura menyadari keadaannya. Ia tidak lebih dari seorang yang kecil dihadapan Ki Tambak Wedi. Tetapi ia tidak mau mengorbankan kewibawaan, saluran kewajiban prajurit. Sedang orang seperti Ki Tambak Wedi itu pasti akan dapat melakukan apa saja yang dikatakannya. Meskipun demikian Widura menjawab “Kiai pasti akan mampu melakukannya. Terserahlah kepada Kiai. Tetapi Kiai harus menyadari keadaan Sidanti . Anak itu keluar bersama aku. Apakah kata mereka kalau anak itu kembali seorang diri, dan besok mayatku diketemukan disini?”
Baca selengakapnya cerita pada e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 4:
Unduh e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 4 dari
Untuk membuka e-Book gunakan Aplikasi Mobi Reader, jika belum punya dapat anda peroleh di link berikut:
Download Mobi Reader untuk Destop (PC)
Download dari:
e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 3
Senin, 03 Februari 2014
Posted by Unknown
Tag :
Api di Bukit Menoreh,
Ebook
Orang
itu seakan-akan tidak mendengarnya. Bahkan kemudian ia bertanya kepada Agung
Sedayu. “Sedayu, apakah yang sedang engkau kerjakan? Apakah kau sedang melatih
orang ini?”
Dada
Widura berdesir mendengar pertanyaan itu. Ternyata orang itu telah mengenal
Agung Sedayu. Namun karena itu, segera Widura pun mengenalnya, orang itulah
agaknya yang menamakan dirinya Kiai Gringsing. Karena itu kembali ia bertanya
“Apakah kau yang menamakan dirimu Kiai Gringsing?”
Orang
itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian katanya “Darimanakah kau tahu
bahwa aku bernama Kiai Gringsing? Apakah gurumu itu telah memberitahukannya
kepadamu?”
Sekali lagi dada Widura berdesir. Orang itu
menganggapnya murid Agung Sedayu.
Dalam pada itu, Agung Sedayu pun segera mengenal bahwa orang itulah yang dahulu
pernah menemuinya di Bulak Dawa. Suaranya dan caranya berkerudung kain
gringsing, meskipun topengnya bukan topeng yang dipakainya itu. Karena itu
tanpa disadarinya, ia menjadi gembira. Ternyata Agung Sedayu tidak takut lagi
kepada Kiai Gringsing. Sejak pertemuannya yang pertama orang itu tidak
bermaksud jahat kepadanya. Maka Sedayupun segera melangkah maju sambil berkata
“Benarkah kau Kiai Gringsing yang diBulak Dawa itu?”
Baca selengkapnya pada e-book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 3
Gratis Unduh e-book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 3 dari link:
Untuk membuka e-Book gunakan Aplikasi Mobi Reader, jika belum punya dapat anda peroleh di link berikut:
Download Mobi Reader untuk Destop (PC)
Download dari:
Demikian mereka naik kependapa, dada Agung Sedayupun berdesir tajam. Dilihatnya dipendapa itu, terbaring beberapa orang laki-laki yang sedang nyenyak tidur. Dibawah cahaya lampu minyak, tampaklah wajah-wajah mereka yang keras tajam. Sedang beberapa orang diantaranya tumbuh janggut, jambang dan kumis yang lebat diwajah-wajah mereka. Mereka terbaring berjajar-jajar diatas tikar selapis. Namun tampaklah betapa nyenyak mereka itu. Sedang disudut pendapa Agung Sedayu melihat beberapa tangkai tombak dan didinding-dinding tersangkut pedang perisai dan keris.
Pemandangan yang bagi Agung Sedayu benar-benar tidak sedap. Laki-laki berwajah keras dan senjata-senjata.
Dan tiba-tiba saja teringat pula olehnya, bahwa dipinggangnyapun terselip sebilah keris. Ia tidak tahu, apakah keris itu akan berguna baginya, atau malahan berbahaya baginya. Tetapi kakaknya memintanya untuk membawa keris itu.
Dengan tidak berkata-kata lagi mereka menyeberangi pendapa, menuju kepringgitan.Dipringgitan itu dilihatnya sebuah warana yang memisahkan sebuah ruangan kecil. Diruangan kecil itulah Widura sedang tidur pula.
“Disitulah adi Widura sedang beristirahat” berkata demang itu. Dan tiba-tiba saja dada Sedayu menjadi berdebar-debar. Apakah kata paman Widura itu, kalau dilihatnya ia datang disaat-saat yang begini.
Baca selengkapnya dengan e-book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 2
Gratis Unduh e-book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 2 dari link berikut:
Untuk membuka e-Book gunakan Aplikasi Mobi Reader, jika belum punya dapat anda peroleh di link berikut:
Download Mobi Reader untuk Destop (PC)
Download dari: