Posted by : Unknown
Sabtu, 08 Februari 2014
Unduh e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 7
Untuk membuka e-Book gunakan Aplikasi Mobi Reader, jika belum punya dapat anda peroleh di link berikut:
Download Mobi Reader untuk Destop (PC)
Ketegangan menjadi semakin memuncak karenanya. Masing-masing
agaknya mempunyai perhitungan sendiri-sendiri. Sidantipun kemudian
sudah bergerak diikuti oleh beberapa orang yang kebingungan, siap
memasuki padesan dihadapannya.
Tetapi terdengar Citra Gati berteriak “Jangan berbuat hal-hal yang
dapat membahayakan diri kita sendiri, dalam usaha yang sia-sia. kalau
kita pasti Untara ada didepan kita, maka biarlah kita pertaruhkan nyawa
kita untuk mencarinya. Tetapi kemungkinan itu tipis sekali”
“Kau jangan menghinanya” sahut Sidanti keras-keras. “Apakah kau
sangka Untara terluka? Untara adalah seorang yang luar biasa. Aku
sendiri pernah berkelahi melawannya. karena itu, maka tak akan ia
terluka dan terbaring diantara orang-orang yang luka. Aku hormati dia
aku kagumi dia”
Kata-kata itu masuk akal pula. karena itu beberapa orang menjadi
mempercayai perhitungan itu. Tetapi Citra Gati tetap pada pendiriannya.
Seandainya Untara telah terlanjur memasuki desa itu, maka pasti ia akan
segera kembali dan memberikan aba-aba kepada mereka yang mengikutinya.
Dalam ketegangan yang dipenuhi oleh keragu-raguan itu tiba-tiba
terdengar kembali Sidanti berkata “Taati perintahku. Aku mengambil alih
pimpinan. Aku adalah orang yang paling baik diantara kalian”
“Tidak!” Citra Gati tiba-tiba berteriak tak kalah kerasnya “Aku ambil
alih pimpinan. Aku adalah orang yang memiliki kedudukan tertua diantara
kalian. Ketika kakang Widura meninggalkan Sangkal Putung, aku dan
Hudayalah yang diserahi pimpinan”
“Persetan dengan tata cara itu. Sekarang aku mengkat diri menjadi pemimpin kalian. Apa maumu? Apakah aku harus membunuhmu?”
“Jangan berlagak jantan sendiri Sidanti. Aku tahu kau memiliki
beberapa kelebihan dari kami. Tetapi kami bukan kelinci-kelinci yang
patuh karena kami kau takut-takuti. Dengan meninggalkan tata cara yang
ditetapkan dalam keprajuritan Pajang, maka kau adalah seorang
pemberontak. Dan bagiku, bagi kami, laskar yang patuh pada tugas kami,
maka nyawa kami akan kami pertaruhkan untuk menumpas setiap
pemberontakan”
“Gila” teriak Sidanti “Ayo, siapakah yang menentang Sidanti, majulah”
Citra Gati bukan seorang penakut. Betapapun ia menyadari
keringkihannya untuk melawan Sidanti, tetapi ia adalah seorang prajurit
yang bertanggung-jawab. Karena itu, maka ia tidak gentar menghadapi
apapun. Tetapi sayang, bahwa Citra Gati itupun telah terbakar oleh
perasaannya, sehingga ia lupa pada pokok persoalannya. Hilangnya Untara.
Apalagi ketika Citra Gati menyadari, bahwa sebagian besar laskarnya
condong kepadanya, sehingga dengan demikian hampir-hampir ia menjatuhkan
perintah untuk bersama-sama menangkap Sidanti yang telah melanggar tata
cara keprajuritan.
Tetapi dalam pada itu terdengar suara Agung Sedayu memecah ketegangan
dan kepekatan malam. Katanya “Persetan dengan pimpinan atas laskar ini.
Aku bukan prajurit Pajang, bukan pula laskar Sangkal Putung. Aku disini
dalam kedirianku sendiri, dalam tugas yang aku bebankan sendiri
dipundakku, sehingga aku ikut bertempur bersama-sama kalian. Tetapi aku
tidak diperintah oleh pemimpin yang manapun. Bertempurlah diantara
kalian. Aku akan mencari kakang Untara. Aku sependapat dengan kakang
Citra Gati, kakang Untara masih berada dibelakang kita. Dan siapakah
diantara kalian yang masih memiliki kesetiaan kepadanya ikutlah aku.
Yang merasa diri kalian prajurit-prajurit yang baik, tunggulah sampai
salah seorang berhasil membunuh orang-orang lain, dan mengangkat dirinya
menjadi pemimpin laskar Pajang. Sedang tak seorangpun diantara kalian
yang berusaha memberitahukan hal ini kepada paman Widura, pemimpin yang
sebenarnya atas kalian. Dan siapa yang mencoba menghalangi Agung Sedayu,
maka pedangku akan berbicara”
Kata-kata Agung Sedayu itu seakan-akan merupakan suatu pemecahan yang
dapat mereka lakukan. tiba-tiba salah seorang dari mereka, seorang
penghubung berlari kearah padesan idbelakang mereka. Disanalah kudanya
ditambatkan.
“He, kemana kau?” teriak Sidanti yang menjadi marah.
“Aku akan melaporkannya kepada Ki Widura”
Sidanti tidak mencegahnya. Sikap itu agaknya telah mendapat dukungan dari setiap orang dalam pasukan itu.
Sedang Agung Sedayu kemudian tidak memperdulikan apa-apa lagi. Ia
berjalan saja langsung kegaris peperangan untuk mencari kakaknya. Dalam
hirukpikuk perkelahian itu, adalah sangat mungkin bagi seseorang untuk
mendapat serangan tanpa diketahuinya, apalagi Untara yang saat itu
sedang menumpahkan perhatiannya kepada Tohpati.
Citra Gati, Hudaya dan sebagian besar dari mereka kemudian berjalan
mengikuti Agung Sedayu. Mereka berjalan sambil memperhatikan keadaan
disekeliling mereka. Dengan beberapa buah obor ditangan mereka mencoba
mengamati setiap tubuh yang terbaring. Dengan demikian maka sekaligus
mereka dapat menemukan beberapa orang yang terluka, namun jiwanya masih
mungkin diselamatkan.
“Rawat mereka” berkata Agung Sedayu. Ia tidak tahu lagi apakah ia
berhak berkata demikian atau tidak. Namun menurut pendapatnya, semua
orang berkepentingan dalam masalah kemanusiaan. Berhak atau tidak
berhak.
Baca selengkapnya dengan unduh versi ebooknya.
Baca selengkapnya dengan unduh versi ebooknya.
Related Posts :
- Back to Home »
- Api di Bukit Menoreh »
- e-Book Api di Bukit Menoreh Seri I Buku 7